Oleh Putut Trihusodo
Awan badai Hurricane makin dahsyat dan berbahaya. Frekuensi topan kategori ganas naik dari 10 ke 18 kasus per tahun. Kecepatan anginnya meningkat 50%. Titik-titik panas di laut menambah daya rusaknya.
MAU pilih Bianca, Katrina, atau Rita, sama saja. Semuanya bikin sengsara. Maklum, mereka adalah anak-anak kandung awan badai Hurricane yang disemai di perairan tropis Atlantik. Setelah tumbuh cukup besar, mereka bergerak ke arah utara, mengalami penguatan, lalu menebar petaka di pesisir selatan Amerika Serikat, seperti Texas, Lousiana, Alabama, dan Florida. Anak-anak badai ini bisa juga tiba-tiba menyerang pantai timur, mulai Georgia, South Carolina, bahkan hingga Massachussetts.
Topan badai Katrina, yang meluluhlantakkan daerah perbatasan Lousiana dan Texas selama dua hari, 29 hingga 30 Agustus lalu, yang disusul Rita tiga pekan kemudian, sungguh menjadi mimpi buruk bagi penduduk setempat. Kota New Orleans hancur lebur oleh terjangan angin, hantaman air bah, dan gulungan ombak. Bangunan-bangunan roboh, atap rumah terbang, bahkan pohon tercerabut dari akarnya dihantam angin berkecepatan 200 kilometer per jam.
Korban jiwa berjatuhan. Sekitar 450 orang tewas di Lousiana, dan hampir 150 orang lainnya di Texas. Sepertiga kawasan bencana tergenang. Kerugian materiil diperkirakan US$ 63 milyar. Itu baru akibat ulah Katrina.
Ketika Rita datang menyusul, New Orleans kembali tergenang. Tapi warga lebih waspada. Mereka berbondong-bondong mengungsi ke utara, daerah yang lebih aman. Korban bisa dimimalkan. Namun Rita tetap memberikan kerusakan ekstra bagi daerah-daerah yang baru ditinggalkan oleh saudarinya: Katrina.
Topan badai seperti bertubi-tubi menghantam pesisir selatan Amerika, Teluk Meksiko. Cuma dalam tempo tiga pekan antara Katrina dan Rita, sempat tumbuh lima awan badai lain di Laut Karibia, dan diperkirakan akan bergerak ke Teluk Meksiko. Angin yang ditimbulkan sudah melampaui 40 kilometer per jam. Meski belum tergolong Hurricane, awan badai itu sempat pula diberi nama resmi: Lee, Maria, Nate, Ophelia, dan Phillipe. Untunglah, kelimanya hancur secara alamiah sebelum tumbuh menjadi Hurricane.
Secara keseluruhan, sebelum Katrina datang, di Atlantik tumbuh 10 bibit awan badai. Semua sudah diberi nama, tapi hanya empat yang tumbuh jadi Hurricane. Itu pun kemudian buyar di tengah jalan. Juni-November memang musim badai, dan puncaknya Agustus-Oktober. Saat itu, Samudra Atantik, di perairan tropis Karibia, menjadi tempat bersemainya bibit-bibit awan badai. Di wilayah Pasifik, sumbernya di lepas pantai Meksiko.
Namun, dibandingkan dengan musim badai tahun-tahun yang lalu, Hurricane 2005 ini tergolong paling merusak. Sebagian ahli kemudian menunjuk biang keladinya: pemanasan global. Tudingan pun mengarah ke Presiden George W. Bush. Bukan saja dianggap tak cukup tanggap atas bahaya awan badai itu, ia juga dinilai tak peduli pada masalah seserius pemanasan global dan perubahan iklim.
Sampai hari ini, Amerika Serikat masih enggan meratifikasi Protokol Kyoto, komitmen mengurangi emisi gas rumah kaca. Konsumsi bahan bakar fosil --minyak bumi, gas alam, dan batu bara-- yang menjadi sumber utama membanjirnya gas residu, yang biasa disebut gas rumah kaca, ke atmosfer. Ujungnya, terjadi pemanasan global.
Istilah efek rumah kaca diterima secara luas karena gas-gas itu berlaku seperti genteng kaca: meneruskan radiasi gelombang panjang, tapi menahan inframerah menembus atmosfer bumi. Radiasi gelombang panjang itulah yang membuat atmosfer makin panas. Pada gilirannya, suhu air laut menjadi lebih hangat.
Secara rata-rata, kenaikan suhu air laut selama 1971-2000 cuma sekitar 0,25 derajat celsius. Kenaikan suhu udara cuma 0,5 derajat celcius selama seabad terakhir. Belum jelas betul pola perubahan iklim yang diakibatkannya. Namun di Atlantik muncul titik-titik panas (hot spot) yang temperaturnya 1,1-3,3 derajat celsius lebih tinggi dari rata-rata setempat pada periode 1971 hingga 2000.
Keprihatinan atas ancaman perubahan iklim itu diserukan oleh para aktivis lingkungan, termasuk bintang film dan penyanyi Barbara Streisand. "Kita kini dalam situasi darurat pemanasan global. Topan badai akan lebih sering terjadi, dan dengan intensitas yang makin dahsyat,'' ujarnya, seperti dikutip US Network Television.
Benarkah semua gara-gara global warming? Ada keraguan bahwa bencana di pantai selatan Amerika itu akibat pemanasan global. Alasannya, mengapa lonjakan badai hanya terjadi di Atlantik, kalau efeknya global kok tidak muncul di Pasifik atau di Laut Cina Selatan?
Lagi pula, mengapa baru terjadi tahun ini, sementara 10 tahun sebelumnya tidak banyak lahir Hurricane ganas, meski pemanasan global juga sudah berlangsung. ''Terlalu spekulatif mengaitkannya,'' kata Julian Heming, ahli atmosfer dari Badan Meteorologi Inggris, seperti dikutip BBCNews. Ia lantas mengingatkan, betapapun dahsyatnya Katrina dan Rita, rekor Hurricane 1935 masih belum terlampaui.
Katrina, Rita, dan Bianca (topan yang merusak pesisir Georgia tahun 1970-an) tumbuh seperti awan badai lazimnya. Formasi awan terbentuk karena ada pusat tekanan rendah di tengah laut. Massa udara mengalir dari daerah sekitarnya. Karena pengaruh rotasi bumi, aliran massa udara busur lengkung searah jarum jam, untuk wilayah hemisfer utara --dan arah yang sebaliknya di belahan bumi selatan. Uniknya, pertemuan massa udara dari pelbagai penjuru, yang masing-masing searah jarum jam, itu hasilnya justru jadi pusaran massa yang berlawanan dengan arah jarum jam.
Pusaran itu makin lama makin kuat, karena massanya kian besar. Uap air yang terbawa udara naik oleh pusaran udara kemudian mengembun karena suhu dingin di atmosfer atas. Proses pengembunan itu melepaskan panas (kalor), dan itu memberikan energi tambahan bagi awan badai itu untuk makin berkembang. Pada kasus Katrina dan Rita, awan badai itu terbentuk di Karibia, lalu bergerak ke Teluk Meksiko yang saat itu suhu airnya 3 derajat celsius di atas normal.
Pertumbuhan awan badai pun menjadi-jadi karena adanya tekanan rendah dan uap air ekstra di teluk itu. Maka, kekuatan kedua topan itu berlipat, lalu muncullah hujan deras, tiupan angin kencang, dan gulungan ombak yang menderu. Pada puncaknya, kecepatan pusaran angin Rita mencapai 282 kilometer per jam.
Judi Curry, direktur pada School of Atmospheric Sciences, Georgia Institute of Technology, Amerika Serikat, mengakui bahwa belakangan Hurricane makin kuat dan mematikan. Toh, ia mengakui pula, secara global frekuensi kejadian awan badai dari musim ke musim, selama 35 tahun dilakukan monitoring satelit, tak menunjukkan perbedaan signifikan. Selalu ada keseimbangan. Kalau frekuensi di Pasifik meningkat, di Atlantik menyusut. Namun porsi awan badai yang kuat dan merusak terus meningkat, dari 10 ke 18 kejadian pe tahun. Kecepatan anginnya pun secara rata-rata terkerek 50%.
Yang membuat intensitas badai itu meningkat, menurut Curry, adalah munculnya titik-titik panas di laut, seperti di Teluk Meksiko itu. Kondisi ini seperti memberikan bahan bakar jet bagi turbin Hurricane. Ia tak mau berspekulasi tentang hubungan Hurricane dan perubahan iklim, karena tak ada bukti yang komprehensif. Seperti pakar yang lain, ia cuma berpesan, kalau keseimbangannya terganggu akibat ulah manusia, alam akan mengembalikannya dengan caranya sendiri. Termasuk melepas energinya dalam bentuk badai topan.
Putut Trihusodo
Katrina Mungkin Takkan Kembali
DARI 21 nama yang tersedia untuk Hurricane produksi Atlantik 2005, sebanyak 17 telah terpakai. Yang pertama Arlene, lalu Bret, Cindy, sampai Katrina hingga Rita yang ke-17. Nama-nama ini diberikan secara resmi oleh sidang Organisasi Meteorologi Dunia (WMO). Tujuannya, mempermudah komunikasi petugas pemantau cuaca dengan masyarakat. Maklum, kadang ada dua awan badai yang tumbuh bersamaan di tempat terpisah. Keduanya perlu nama sendiri.
Sejak 1979, WMO selalu membuat daftar nama topan itu dengan siklus enam tahunan. Setiap tahun didaftar 21 nama, dua pertiga perempuan, sepertiga nama laki-laki. Semuanya nama depan. Daftar nama 2005 itu adalah pengulangan 1999. Pola yang sama diterapkan untuk awan badai Pasifik. Namun kemungkinan nama Katrina dan Rita tak akan dipakai lagi pada 2011. Bila ternyata melahirkan Hurricane ganas, nama-nama itu dipensiunkan, seperti Alicia, Carol, Marilyn, dan Roxane.
Tradisi memberi nama topan badai itu sudah lama ada. Para pelaut Puerto Riko, misalnya, melakukannya dengan mencomot nama orang suci, seperti Santa Ana atau San Felipe. Yang pertama menyebut topan dengan nama perempuan adalah orang-orang Australia, akhir abad ke-19. Setelah itu, penyebutan nama tak mengikuti pakem yang jelas. Baru kemudian, pilot-pilot Perang Dunia II memopulerkan kembali nama perempuan.
Adalah Pemerintah Amerika Serikat yang memelopori penamaan resmi itu untuk keperluan pelayanan prakiraan cuaca 1953. Ketika itu, Amerika hanya mengambil nama-nama depan perempuan. Baru pada 1979, penamaan ini diorganisasi lebih rapi. Begitu muncul awan badai besar dengan kecepatan angin di atas 50 kilometer per jam, nama pun disematkan. Aturannya mengikuti abjad. Badai pertama menyandang nama dengan huruf depan A, yang kedua B, dan seterusnya. Namun huruf Q, U, X, Y, dan Z tak dipakai, karena juga jarang dipakai untk mengawali nama depan.
Hurricane adalah awan badai berukuran besar. Berbeda dari Tornado yang skalanya sangat lokal dengan lebar awan kurang dari 1 kilometer. Hurricane juga dibagi menurut kekuatannya. Kategori I adalah yang punya kecepatan angin 74-95 mil per jam. Kategori II 96-110 mil per jam, kategori III 111-130 mil per jam, kategori IV 131-155 mil per jam, dan kategori V di atas 155 mil per jam. Pada kategori V, awan badai ini bisa menimbulkan gelombang laut setinggi 5,4 meter.
GATRA, 3 Oktober 2005
Hurricane: Mengganas di Atas Titik Panas
Senin, 03 Oktober 2005
Langganan:
Komentar (Atom)